Categories Ragam Daerah

Profil Daerah: Sejarah Awal Terbentuknya Kabupaten Sintang

Sejarah Kabupaten Sintang dimulai dari Kerajaan Sintang yang terletak di Desa Tebelian Nanga Sepauk. Pada tahun 1362 masehi, Jubair Irawan I memindahkan pusat kerajaan ke daerah bernama Senentang yang terletak di antara pertemuan sungai besar yakni Kapuas dan Melawi. Nama Senentang lambat laun dikenal dengan sebutan Sintang.

Pemindahan ini bukan tanpa sebab, di antaranya dalam rangka usaha pemekaran wilayah dan persiapan membangun pemerintahan baru di tepian Sungai Kapuas. Lokasi pemerintahan baru dipandang strategis dan mempermudah mengontrol lalu lintas karena berada di antara dua sungai besar.

Sintang mengalami perubahan menjadi kerajaan bernuansa Islam sejak pemerintahan Sri Paduka Tuanku Sultan Nata Muhammad Syamsudin Saeadul Khairi Waddin. Beliau merupakan pemimpin pertama di Sintang yang menggunakan gelar Sultan.

Pada masa pemerintahan Sultan Nata terdapat beberapa keputusan penting terkait dengan Kesultanan Sintang yang ditetapkan, yaitu:

  • Ditetapkan Sintang sebagai Kesultanan Islam
  • Pemimpin Kesultanan SIntang bergelar Sultan
  • Disusunnya Undang–undang Kesultanan yang terdiri dari 32 pasal
  • Didirikannya masjid sebagai tempat ibadah
  • Dibangunnya istana kesultanan

Di masa pemerintahan Sultan Sri Paduka Tuanku Pangeran Ratu Adi Nuh Muhammad Qomaruddin terjadi kontak dengan Belanda. Hubungan itu diawali dengan datangnya rombongan Belanda yang pertama di bawah pimpinan Mr. J.H. Tobias, komisaris dari Kurt van Borneo. Untuk melakukan perdagangan dengan kesultanan Sintang.

Pada bulan November 1822, Sultan Pangeran Ratu Adi Nuh Muhammad Qomaruddin meninggal karena sakit parah. Tahta kekuasaan kemudian dipegang Sultan Sri Paduka Tuanku Pangeran Adipati Muhammad Djamaluddin. Rombongan dari Belanda yang kedua di bawah pimpinan Dj. van Dougen Gronovius dan Cf. Golman, kembali menjalin kontak dengan Kerajaan Sintang.

Misi Belanda menghasilkan kesepakatan dan kerja sama dagang yang tertuang dalam Voorloping Contract (kontrak sementara). Setelah itu, muncul beberapa perjanjian lainnya. Melalui perjanjian-perjanjian itu, Belanda mulai melakukan inventarisasi terhadap pemerintahan dalam negeri Kesultanan Sintang.

Pada masa pemerintahan Belanda (sekitar 1936), Sintang merupakan daerah lanschop di bawah naungan pemerintahan gouvernement. Daerah lanschop ini terbagi menjadi empat onderafdeling yang dipimpin seorang controleur atau gesagkekber, yaitu:

  1. Onderafdeling Sintang berkedudukan di Sintang;
  2. Onderafdeling Melawi berkedudukan di Nanga Pinoh;
  3. Onderafdeling Semitau berkedudukan di Semitau; dan
  4. Onderafdeling Boven Kapuas berkedudukan di Putussibau.

Sedangkan daerah Kerajan Sintang yang didirikan oleh Demang Irawan (Jubair I) dijadikan daerah swapraja Sintang dan kerajaan Tanah Pinoh dijadikan neo swapraja Tanah Pinoh. Pemerintahan lanschop ini berakhir pada tahun 1942 dan kemudian tampuk pemerintahan diambil alih oleh Jepang.

Pada masa pemerintahan Jepang, struktur pemerintahan yang berlaku tak mengalami perubahan, hanya sebutan kepala pemerintahan yang disesuaikan dengan bahasa Jepang. Kepala Negara disebut Kenkarikan (semacam bupati sekarang) sedangkan wakilnya disebut dengan Bunkenkarikan dan di setiap kecamatan diangkat Gunco (kepala daerah).

Setelah adanya pengakuan kedaulatan dari Belanda, pemerintahan yang disebut Afdeling Sintang diganti dengan Kabupaten Sintang. Onderafdeling diganti dengan kawedanan, distric diganti kecamatan. Demikian pula halnya dengan jabatan residen dengan bupati, kepala distric diganti dengan camat.

Hingga masa kemerdekaan Indonesia, Kesultanan Sintang tetap berdiri sampai 1966 berubah menjadi Daerah Tingkat II (Kabupaten Sintang di Provinsi Kalimantan Barat). Sumbangan terbesar dari Kesultanan Sintang bagi negara Indonesia adalah digunakannya Lambang Kesultanan Sintang sebagai inspirasi terciptanya Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Republik Indonesia.

Secara yuridis formal, Kabupaten Sintang sebagai entitas pemerintahan dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 dan Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan. Adapun hari lahir Sintang diambil dari momentum perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Sintang dari wilayah Sepauk menuju ke Kota Sintang yang terjadi pada 10 Mei 1362.

Catatan sejarah menggambarkan bagaimana daerah yang menjadi titik pertemuan alur Sungai Kapuas dan Melawi ini tumbuh dan berkembang sudah sangat lama sehingga menjadi tempat yang tua dari sisi sejarah. Keberadaan Kabupaten Sintang merupakan suatu proses sejarah yang panjang dari adanya wilayah dan pemerintahan yang memiliki struktur dan sistem pemerintahan sesuai dengan zamannya.

Telah banyak peristiwa sejarah yang tercatat dan akan terus bergerak maju menjadi rangkaian cerita peradaban dan perkembangan masyarakat di Kabupaten Sintang sesuai dengan perkembangan zaman. Peradaban kehidupan masyarakat yang beragam dan majemuk menjadikan Sintang berkembang sangat pesat hingga saat ini.

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *