Dalam sebuah survey yang pernah dilakukan kepada 10 orang pekerja/mantan pekerja yang lahir di periode 1945-1960 (baby boomers), terdapat sebuah fakta menarik tentang keputusan masa muda yang mereka buat. Salah satunya adalah terkait keputusan untuk bekerja dan meniti karir untuk alasan masa depan yang lebih terjamin.
Pada survey itu, mereka mengatakan bekerja pada sebuah perusahaan di era tersebut bukanlah pilihan populer. Olahraga dan kesenian adalah bidang-bidang yang saat itu lebih ramai digeluti.
Sementara untuk mata pencaharian, anak-anak muda pada jaman itu lebih memilih untuk melanjutkan usaha orang tua, berdagang atau wiraswasta lainnya.
Mereka yang mengambil pilihan tidak populer – bekerja di perusahaan – pada jaman itu mempunyai beberapa alasan yang menarik.
“Menjadi karyawan pada jaman itu merupakan pilihan sulit, banyak yang mesti Anda korbankan, pergaulan, bakat Anda di bidang seni atau olahraga dan mimpi-mimpi liar lainnya. Namun saat itu untuk mempunyai rumah dan pemasukan rutin di saat Anda kurang kreatif dan bukan keturunan orang kaya, menjadi karyawan adalah pilihan yang tepat,” ungkap salah seorang nara sumber yang merupakan pensiunan VP di salah satu perusahaan BUMN terkemuka.
Jaman itu menurutnya, meniti karir di sebuah perusahaan bukanlah hal yang terdengar mustahil. Dimana saat itu keringat seorang karyawan benar-benar dihargai dengan reward yang setimpal.
“Saya hanya lulusan STM, namun karena atasan melihat kinerja saya, perusahaan lalu memberikan beasiswa untuk lanjut kuliah, bahkan keluar negeri,” lanjutnya.
Meski demikian, narasumber tersebut enggan anak-anaknya mengikuti jejaknya.
“Dahulu saya memilih menjadi karyawan agar bisa membeli rumah, melunasi tagihan atau hutang, membiayai pernikahan dan menjamin anak-anak saya bisa sekolah dan hidup layak. Sekarang? perusahaan tidak berani menjamin itu semua, lalu untuk apa kalian bekerja di sana,”ujarnya.
Dengan perkembangan teknologi dan arus informasi yang kian pesat saat ini, generasi berikutnya diharapkan bisa bersaing lebih tanpa harus menggantungkan nasib kepada kapital besar.
“Kita bisa lihat sendiri, dengan ponsel dan internet seseorang bisa mendapatkan uang yang cukup untuk hidup hanya dari rumah. Saya rasa pola pikirnya mesti berubah saat ini,” tutupnya.