Categories Blog

Tanpa Batasan Ruang

Founder Ruci Art Space bersama Board Of Director One Piece Club

Sebab akibat dalam kehidupan sosial menunjukan sesuatu yang menjadikan pengalaman bagi setiap insan. Demikian juga dengan karya seni yang dikumpulkan para kolektor. Tentu mempunyai akibat yang sebelumnya menjadikan sebab terpilihnya karya terkoleksi. Kerjasama antar kolektor dalam mengkoleksi karya mempunyai akibat yang menghidupkan nilai-nilai ekonomis. Juga mempunyai struktur jelas dalam ekosistem seni rupa.

Kondisi keseimbangan dapat diperlihatkan dalam ekosistem seni yang bertumbuh dan mempunyai kelanjutan dalam ruang-ruang kebudayaan yang mempunyai akar. Gagasan-gagasan karya seni yang tersimpan dalam ruang nyata para kolektor menjadi tanda bahwa setiap pemikiran seniman mempunyai arti dan tata nilai tersendiri dalam kebudayaan. Perspektif kebudayaan yang menjadi tumpuan dalam pengumpulan karya-karya ini merupakan perilaku khas yang estetis.

Suasana saat pembukaan pameran

Seperti yang dilakukan One Piece Club (OPC) adalah organisasi internasional, nirlaba, berbasis keanggotaan yang menyatukan kolektor pemula dan ahli seni modern dan kontemporer. Memajang karya, melakukan pameran karya seni yang telah dikoleksi oleh anggotanya, melalui pameran berjudul Are We OK?, yang dilaksanakan pada tanggal 23-31 Agustus 2025, bertempat di Ruci Art Space, Jl Senayan 63-65 Jakarta.

Sejak didirikan, OPC telah berkembang pesat di seluruh Asia—memperluas dari Taiwan ke Indonesia, dan kemudian ke Singapura, Cina, dan Malaysia. Cabang Indonesia, yang diresmikan pada tahun 2019 oleh pendiri Melani W. Setiawan dan Tom Tandio bersama dengan anggota dewan Cosmas D. Gozali, Winda Malika Siregar, dan Dian Sastrowardoyo Sutowo, terus memegang teguh misi OPC untuk membuat seni lebih dapat diakses dan menarik bagi audiens yang lebih luas.

Salah satu sudut ruang pamer

Menurut Cosmas D. Gozali, tentang konsep pameran ini, perkembangan teknologi telah membentuk ulang pola kehidupan manusia. Media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan sehari-hari kita. Hubungan manusia, yang dulunya berfokus pada pertemuan langsung dan interaksi tatap muka, telah beralih ke ranah virtual—cepat dan tanpa batas. Konsep sosialisasi itu sendiri telah berubah. Melalui media, hubungan sosial dapat menjadi dangkal; identitas dapat tersembunyi, dan ini pada akhirnya mempengaruhi kesehatan mental.

“Diri yang tersembunyi digambarkan melalui imajinasi tanpa batas, di mana “perasaan” dan “empati” seringkali terabaikan. Ruang kosong, tatapan yang jauh, dan objek yang dipenuhi dengan ketakutan dan ketidakpastian muncul dengan jelas. Di balik ini, komunitas yang terpinggirkan—yang tanah produktif dan hak perumahan mereka terancam oleh tekanan kapitalisme, memaksa mereka untuk bermigrasi ke kota-kota besar dan bertahan hidup di daerah kumuh—juga mengalami perjuangan kesehatan mental”, ungkap Cosmas D. Gozali, selaku kurator pameran yang diselenggarakan OPC ini.***

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *