
Berbagai warna yang ditata bertumpuk-tumpuk, tidak terlihat sebagai tumpukan kertas yang kasar tetapi gradasi warna yang ditampilkan secara natural. Mempunyai bentuk-bentuk yang terkonsentrasi ditengah bidang karya. Baik bulatan atau persegi panjang. Bukan dari kertas yang dipotong rapi, sebagian besar nampak seperti kertas yang disobek memanjang ketika ditempel menyerupai garis-garis.
Bahkan terlihat kertas yang ditempel , dalam karya kolase ini, teks-teks bekas artikel majalah. Hal ini membutuhkan ketrampilan dalam menempel. Hingga tidak terlihat bahwa kolase tersebut dari kertas bekas. Tetapi dari kehalusan menempel dan tata letak yang menarik sehingga nampak bentuk nyata suatu bidang, bulatan atau persegi. Itulah ciri khas karya Eunice Nuh Tantero, salah seorang seniman yang berpameran di Art Agenda Gallery, Wisma Geha, Jakarta.

Pameran berjudul Kepala, Pundak, Lutut, Kaki, akan dilaksanakan 30 August – 25 September 2025. Pameran yang mengambil tajuk lagu anak-anak ini pada dasarnya mennampilkan konsepsi tentang tubuh manusia yang mengeksplorasi sistem kontrol dalam masyarakat yang menempatkan individu pada posisi sulit. Pameran ini berusaha untuk membebaskan diri dari cara berpikir seperti itu. Pembukaan pameran akan dilakukan pada 30 Agustus 2025, pukul 3.30 WIB.
Eunice, demikian panggilan akrabnya, ikut serta dalam pameran ini, dengan karya-karya kolase berwarnanya. Menurutnya proses pembuatan karya yang dilakukannya kadang bolak balik , tapi pastinya baca narasi, berpikir tentang bentuk, tata letak dalam bidang karya, struktur , material, dan tone warna yang digunakan. Semua menjadi penting ketika menentukan konsep karya dengan tehnik kolase.

“Tehnik kolase itu menciptakan tekstur, jadi tidak flat. Terlihat seperti berlapis-lapis dalam bidang kolase” ,ungkap Eunice Nuh Tantero, seniman lulusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Trisakti Jakarta.
Eunice pernah melakukan pameran tunggal dengan karya-karya teknik kolase pada 2023 bertempat di Artotel Casa, Kuningan, Jakarta. Pameran berjudul Wishfull Thingking itu membuka pemikiran bagaimana kolase menjadi medium dalam karyanya. Terlihat pada pameran kali ini karya-karya yang dia tampilkan lebih matang dan terstruktur kolasenya.***